MUSAdan Elia adalah gambaran sukacita dalam kebersamaan di dalam kemuliaan Tuhan. Itu berarti, kemuliaan Tuhan itu tak sebatas kisah yang dikagumi. Tetapi kelak menjadi bagian dari jalan iman kita. Sebagaimana tampaklah Musa dan Elia, kita pun akan tiba dalam kemuliaan bersama Tuhan.. Baca Juga: Bacaan I, Hari Sabtu, 6 Agustus 2022, Pesta Yesus Menampakkan Kemulian-Nya (Daniel 7:9-10,13-14) Namanya bukan sembarang nama, nama Fransiskus berlatar belakang dari perjuangan antara hidup dan mati seorang ibu yang mengandungnya. Karena kekuatan doa seluruh keluarga Fransiskus dapat lahir dengan selamat. Namanya sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan dalam diri Santo Fransiskus sebagai nama pelindung gereja mereka. Lahir di Balige pada 7 Januari 1981, dari pasangan Tamba Tua Sitohang dan Romianna br Sihotang yang berdomisili di Palipi Samosir. “Mujizat Tuhan sungguh luar biasa dalam perjalanan hidup saya”, aku anak ke 3 dari 4 bersaudara ini. Dia lahir di Balige karena RS di Palipi tidak sanggup menangani kelahirannya. Kondisi kandungan ibunya waktu itu sudah sangat kritis, bahkan posisinya sudah nyaris mau keluar lahir tetapi tidak bisa lahir. Akhirnya diputuskan untuk dibawa ke RS di Balige. Tahun 80 han transportasi kapal dari Palipi ke Balige masih sangat alakadarnya. Belum lagi ombak besar yang terus menghantam kapal yang mereka tumpangi. Sampai-sampai mereka hendak menamai dia nanti setelah lahir “Si Tahan Ombak” orang yang tahan ombak. Syukur kepada Tuhan Fransiskus kecil lahir dengan selamat. Dokter yang menangani kelahirannya seorang Dokter dari Jerman. Satu Minggu harus masuk inkubator dan tidak bisa dilihat dulu oleh siapapun selain Dokternya. Setelah itu Dokter mengatakan kepada orang tua Fransiskus kecil, bahwa Fransiskus memiliki struktur otak yang nantinya harus ditangani dengan tepat, kalau tidak tepat Fransiskus kecil bisa menjadi anak yang nakal sekali atau pintar sekali. Maka Dokter Jerman menawarkan agar Fransiskus kecil dibawanya ke Jerman untuk ditangani pendidikannya. Nanti setelah besar akan dikembalikan kepada orang tuanya. Tetapi Ayah dari Fransiskus kecil tidak mau memberikannya karena baru memiliki seorang anak laki-laki. Penyertaan Tuhan itu sangat nyata Ketika duduk dibangku SD baru diketahui kakinya tidak sama panjangnya. Itu terjadi besar kemungkinan karena dia sulit lahir. Hal itu dilihat oleh Pastor Mendrad yang kebetulan punya kemampuan mengurut mandappol. Kurang lebih 2 minggu Pastor Mendrad menerapi kaki Fransiskus, akhirnya normal kembali. “Untuk kesekian kalinya Tuhan memberikan mujizatNya lagi kepada saya”, ungkapnya dengan bahagia. Masih duduk dibangku SD, Fransiskus mempertobatkan ayahnya dari seorang preman, peminum dan tidak pernah kegereja. Tetapi yang anehnya bila melihat anak-anaknya tidak kegereja pasti dimarahi habis-habisan. Suatu saat, umat Stasi Santo Stefanus Belawan Paroki Santo Condrad Martubung ini berkata kepada ayahnya “Bapak tadi di sekolah minggu, guru kami memaparkan tentang Zakeus dengan menunjukkan gambarnya. Inti gambar ini secara fisik si Zakeus berbadan pendek. Tetapi badan pendek Zakeus tidak menghalangi dia untuk bertemu Yesus. Dia mencari jalan memanjat pohon, akhirnya dia bisa melihat Yesus. Lalu dengan cerita ini, saya teringat sama Bapak. Badan Bapak saya tidak pendek tetapi tidak mau bertemu Yesus dengan pergi ke gereja”. Ayahnya agak lama terdiam dan akhirnya membalas dengan berkata “Ah, kamu tidak sopan, bijak-bijak ajari orangtua”. Ketua IK Indeks Keberhasilan Fokus Pastoral di Paroki Martubung itu merasa berhasil. Karena ayahnya akhirnya pada minggu berikutnya sudah mau ke gereja. Dan bahkan setelah beberapa bulan berikutnya ayahnya dipilih menjadi vorhanger atau Ketua DPS sampai 2 periode. Setelah menjabat 2 periode sebagai vorhanger, untuk ke 3 periode tidak mungkin dipilih lagi, dia dipilih menjadi Sekretaris. Setelah itu terjadi lagi periodesasi, ayahnya terpilih kembali menjadi vorhanger ke 3 kalinya. Sewaktu di Pekan Baru mengurus kebun keluarga, ayah Fransiskus sempat mendirikan 2 gereja disana. Cobaan Datang “Secara ekonomi orang tua saya tergolong orang yang tidak mampu. Mereka hanya sebagai petani pas-pasan”. Masih ditingkat SMP di SMP RK Bintang Samosir Palipi, sudah terasa orang tua saya sudah mengalami kesulitan membayar Uang Sekolah saya. Tahun 1996 saya tamat SMP. Setelah itu saya masuk STM Negeri di P. Siantar. Biaya sekolah di STM juga besar. Lagi-lagi orang tua saya mengeluh tidak memiliki kemampuan membiayai saya. Sayapun mulai steres disamping sekolah di STM bukan sekolah yang saya minati. Karena sebelumnya saya menginginkan untuk masuk Seminari Pematang Siantar tetapi orang tua tidak memperbolehkannya. Terpaksa sekolah di STM. Membuat saya semakin steres dan mulai ikut arus teman-teman yang bandel, ikut tawuran, mulai merokok. Tetapi di kelas 2 STM saya bertobat dan tidak merokok lagi dan mulai berprestasi di sekolah atas nasehat kakak saya Suster. Tamat STM tahun 1999, saya bebas testing ke IKIP Padang. Tapi karena cita-cita ingin jadi dokter maka saya tidak lanjutkan di Padang itu. Orangtua ingin sekali saya menjadi guru karena keadaan ekonomi dan juga tidak sanggup mengkuliahkan saya ke kedokteran. Maka saya secara diam-diam mengikuti bimbingan test ke kedokteran. Dengan itu saya sangat yakin bahwa saya bisa masuk atau bisa lulus test kedokteran nantinya. Tibalah waktu UMPTN di Tembung dan kami test atau ujian di gedung SD yang keadaan kelas/ruangannya sudah sangat memprihatinkan. Besok mau ujian, malamnya hujan terus. Saya melihat bahan testnya sangat enteng. Tetapi disaat 20 menit lagi mau dikumpulkan tiba-tiba air tumpah dari atas tepat jatuh ke kertas ujian saya. Saat itu saya tidak panik tetapi sadar, “Beginilah jadinya kalau sesuatu yang tidak direstui orangtua”. Akhirnya saya putuskan untuk berangkat ke Batam meratau. Saya tidak perdulikan lagi test masuk kedokteran itu. Di Batam muncul dilema-dilema, mungkin karena kegagalan-kegagalan yang saya alami. Dimana mau masuk Seminari tidak diizinkan orang tua, cita-cita mau jadi Dokter gagal, dan lain sebagainya. Akhirnya mujizat-mujizat yang saya rasakan selama ini lupa begitu saja. Bahkan sampai berpikir bahwa Tuhan itu tidak peduli kepada saya. Masuk gerejapun tidak pernah lagi. Di Batam, pertama-tama saya bekerja membawa Ojek ke Club malam dan kalau siang hari bekerja sebagai kuli bangunan. Ketika itu membangun Pabrik yang tingginya kurang lebih 11 meter. Saat itu hari Minggu, tugas saya waktu itu memplester. Pada saat memplester, bajanya terlihat goyang karena angin kencang. Melihat keadaan bangunan yang sudah sangat goyang itu saya perintahkan teman-teman supaya turun. Sebegitu sampai dibawah batu bata yang saya plester itu runtuh. Peristiwa itu menyadarkan saya. Tuhan mengingatkan saya, bahwa kalau hari Minggu harus memuji Dia. Karena hari Minggu itu hari untuk Tuhan. Seiring berjalannya waktu, muncul kembali keinginan untuk kuliah. Rencana saya hendak kuliah di Batam. tetapi setelah berdiskusi dengan orang tua dan paman mereka menyuruh saya pulang ke Medan untuk kuliah di UNIKA. Pengalaman mengajarkan saya untuk taat pada apa yang dikatakan orang tua. Sampai di Medan, saya langsung survei ke UNIKA Santo Thomas Medan. Saya melihat daftar jurusan-jurusannya di sana. Setelah itu saya menjatuhkan pilihan saya untuk mengambil Jurusan Ekonomi Managemen. Kuliah saya awalnya berjalan dengan baik karena uang masih lancar saya terima dari orang tua. Tetapi masuk ke tingkat 3, penerimaan uang dari orang tua mulai kesulitan dan bahkan tidak ada harapan lagi. Kembali kuasa Tuhan diperlihatkan-Nya lagi kepada saya. Saya dipertemukan dengan Pastor Redemptus Simamora OFMCap yang ketika menjabat sebagai Pastor Paroki di Hayam Wuruk dan saya kebetulan rajin kegereja dan aktif di MUDIKA. Lewat petunjuk, bimbingan dan bantuan Pastor Redemptus saya bisa tamat Sarjana dalam rentang waktu 3,8 tahun. Saya wisuda tahun 2005. Setamat kuliah saya bekerja menjadi Dosen di Kampus milik Ortodoks yang ada di Setia Budi. Tidak lama kemudian Bapak Uda saya datang dari Jakarta kebetulan ada tugas di Medan. Mengetahui saya bekerja di Ortodoks dia tidak setuju. Maka dia mengajak saya untuk ikut ke Jakarta. Dan menyuruh saya ikut test masuk ke BUMN tempat Bapak Uda bekerja. Syukur kepada Tuhan saya bisa lulus test di BUMN Jakarta. Saya resmi mulai bekerja disana tahun 2006. Tahun 2012 pindah ke BUMN Medan menjadi Kepala Seksi. Ketika bertugas di Medan saya kuliah di USU dan 1 September 2014 wisuda. Tepat tanggal 01 September itu juga keluar SK Surat Keputusan menugaskan saya menjadi Kepala Bagian BUMN di Medan. Tahun 2017 bulan Juni pindah tugas ke Pontianak Kalimantan Barat menjadi Kepala Cabang di sana sampai tahun 2019. Maret 2019 saya mengundurkan diri dari BUMN untuk lebih fokus bersama keluarga dan mengurus usaha keluarga. Saya menikahi Murniwaty Pakpahan tahun 2007 diberkati di Palipi oleh Pastor Agustinus Saragi OFMCap. Cukup lama kami baru memiliki momongan. 5 tahun lamanya putri kami yang lucu bernama Gaby dititipkan Tuhan kepada kami. Kemudian putri kedua kami namanya Clara setelah 7 tahun, yag lahir tanggal 31 Desember 2019. Yang kelahirannya juga kami yakini mujizat Tuhan. Karena istri saya ketika mau melahirkan dia sudah berumur 42 tahun. Umur ini sudah beresiko untuk melahirkan. “Keluarga kami sangat kuat berdevosi kepada Bunda Maria. Kami percaya karena doa Bunda Maria banyak berkat dan mujizat kami alami dalam hidup kami”, ungkapnya menutup perbincangan kami. Sr. DionisiaMarbun SCMM
Namunsebelum saya melanjutkan kisah pengalaman saya ini, saya mau sedikit memperkenalkan diri. Saya berasal dari suatu kota kecil di daerah Indragiri Hulu-Riau. Keluarga saya bukanlah keluarga Katolik, namun saya mempunyai tante yang menikah dengan orang Flores dan menjadi katolik. Mereka tidak tinggal satu daerah dengan saya.
– Nama saya Patricius Yoga Advenda. Saya beragama Katolik. Lahir di Mojokerto, 12 Desember 2003. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Saya akan berbagi kisah bagaimana menjadi siswa Katolik yang sejak kecil sekolah di lembaga Katolik kemudian sekarang di sekolah Negeri yang mayoritas teman-teman agamanya berbeda dengan saya. Pertama, saya bersyukur kepada Tuhan Yesus karena saya bisa diterima di SMAN 2 Mojokerto. Walaupun sekarang ada sistem zonasi, tidak semua orang dengan mudah bisa masuk di SMAN 2 Mojokerto. Bagi warga Mojokerto, SMAN 2 merupakan sekolah favorit. Sekolah ini memiliki fasilitas lengkap, berkualitas, sehingga banyak pelajar bersaing untuk masuk. Para siswa dan orangtua siswa memburu sekolah favorit sehingga anak-anak berprestasi dan orangtuanya mampu berkumpul di lembaga ini. Banyak prestasi yang telah ditoreh oleh sekolah ini, terakhir menjadi Juara 3 lomba perpustakaan tingkat nasional. Sekolah ini merupakan SMA Negeri bertaraf internasional yang biasa disebut Bumi Wiyata Setya Bhakti Buwitashakti dan Innovative School of SMANDA Inscada. Saya memilih sekolah di SMA Negeri 2 Mojokerto karena dua alasan. Pertama, saya ingin memiliki pengalaman dan pandangan yang lebih luas. Kedua, saya ingin memiliki akses yang lebih mudah untuk masuk di universitas negeri mengingat status yang disandang adalah A. Mengenyam pendidikan di sekolah negeri merupakan sesuatu baru bagi saya. Selama ini kami empat bersaudara sejak TK hingga SMP di sekolah Katolik. Pada waktu di sekolah swasta Katolik iman saya bertumbuh tanpa halangan atau rintangan yang berat. Saat ini saya sering ditanya tentang iman yang dianut dan terkadang disindir oleh segelintir teman yang belum memahami arti sebuah keyakinan. Inilah perbedaan antara sekolah Katolik dan negeri. Malu dan Canggung Penulis bersama teman-teman sekelasnya di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto/Foto Istimewa Ada satu pengalaman yang masih tersimpan dengan baik dalam ingatanku. Ketika itu, hari Senin minggu ketiga Juni 2019, saat pertama kali masuk sekolah atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah MPLS, bersama sahabat seangkatan kami dikukuhkan menjadi siswa SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Dua perasaan yang sangat menghantui saat itu adalah malu dan canggung. Dampak dari perasaan tersebut membuat saya sepertinya sulit berkomunikasi dengan teman-teman yang berasal dari berbagai SMP. Setelah pembagian kelas, perasaan malu, canggung dan sulit berkomunikasi masih melekat pada saya dan itu yang membuat saya merasa tertinggal soal pelajaran. Kesulitan beradaptasi ketika pertama kali menginjakkan kaki di SMA Negeri 2 adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Belajar di awal masa SMA memang berbeda dengan masa SMP. Makin tinggi tingkatan makin sulit dan harus lebih mandiri. Ternyata di awal masuk SMA saya masih belum siap dan merasa kelelahan karena tugas yang makin banyak. Tetapi saya berpikir bahwa menjalankan tuntutan ini tidak sendirian, teman-temanku juga merasakan hal yang sama. Jadi saya harus semangat. Bersama teman-teman sekelas kami saling menyemangati dan saling membantu. Menjadi Garam dan Terang Di kelas terdapat aneka ragam agama. Saya beruntung masuk kelas yang memiliki aneka ragam agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, dan Hindu. Kami saling menghormati dan menjaga hubungan baik antaragama di kelas. Karena begitu dekatnya hubungan kami, kadang kami ungkapkan dalam bentuk candaan. Apabila candaan berlebihan terkadang saya merasa sakit hati. Jika merasa tersinggung dua sikap yang saya tunjukkan kepada teman-teman adalah menyimpan semua persoalan itu di dalam hati dan memberi teguran agar tidak mengulangi lagi hal yang membuatku sakit hati. Saya beruntung memiliki guru agama yang bisa tiap hari bisa ditemui. Tidak semua sekolah negeri di Mojokerto memiliki guru agama Katolik. Setiap pagi saat doa pagi bersama pukul dan saat pelajaran, Pak John Lobo, guru agama saya selalu mengingatkan anak didiknya agar kita menjadi terang dan garam di tengah-tengah masyarakat terutama di lingkungan sekolah melalui kata-kata, sikap dan cara hidup yang baik. Kami selalu diberi motivasi seperti itu agar tidak menjadi anak yang minder dan pemalu, walaupun kita minoritas. Dengan talenta yang diberikan Tuhan, kita bisa melakukan hal lebih dan luar biasa di sekolah. Bakat dan potensi apa yang kamu miliki harus dikembangkan. Itu adalah bukti bahwa kamu mencintai talenta dari Tuhan. Itu pesan beliau yang saya ingat. Selain itu kami juga diberi motivasi agar senantiasa menjadi pelayan seperti Yesus, selalu rendah hati dan sabar, serta jika diberi kepercayaan lakukanlah itu sebagai pemberian terbaik bagi sekolah tercinta. Patricius Yoga Advenda/Foto Istimewa Perbedaan Agama Seperti Paduan Suara Sejak SMP hingga di SMA saya memilih untuk mengikuti ekstrakurikuler paduan suara. Melalui paduan suara saya diberi ruang untuk mengembangkan bakat serta kemampuan dalam bidang tarik suara. Selama bergabung dalam kelompok paduan suara, saya mencoba membiasakan diri untuk jadi pelayan. Bentuk pelayanan yang dilakukan adalah membantu teman-teman dan adik kelas dalam bernyanyi. Ada pesan yang saya peroleh selama mengikuti paduan suara jika dihubungkan dengan perbedaan agama yang ada di sekolahku. Perbedaan suara dalam sebuah paduan suara sangat indah kalau semua jenis suara baik sopran, alot, teno, dan bas berbunyi. Demikian juga dengan perbedaan agama yang kami miliki. Sungguh menjadi kekuatan besar jika setiap perbedaan dilihat dari sisi positif untuk membangun kekuatan bersama untuk meningkatkan prestasi sekolah. Tidak Perlu Khawatir Selain itu saya juga menjadi perangkat atau pengurus kelas. Bila berhadapan dengan tantangan dalam tugas pelayanan, saya senantiasa berpikir positif sehingga semuanya berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan harapan bersama. Hingga saat ini saya memiliki kekuatan untuk mengatasi segala kekhawatiran dari Injil Matius 625-34. Tuhan Yesus berpesan kepada saya agar tidak perlu khawatir dengan apa yang sedang saya jalani saat ini. Kekhawatiran tidak akan menghasilkan apa-apa. Saya yakin pasti Tuhan selalu mendampingi hidupku. Meskipun Katolik itu kelompok minoritas di negeri ini terutama di sekolah tempat saya belajar mengais ilmu, saya tetap memiliki semangat untuk memberikan diri melalui potensi yang dimiliki untuk kemajuan SMA Negeri 2 tercinta. Semoga tenunan kisah saya ini bisa menginspirasi teman-teman yang sedang menuntut ilmu di jenjang pendidikan yang sama. Jika ada goresan kalimat sebagai luapan hati ada yang kurang berkenan dihati, saya sampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Tuhan memberkati. Mojokerto, 31 Oktober 2020 Patricius Yoga Advenda adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia. 8vmd.